Selasa, 13 April 2010

Seni dan Tradisi di Nagari Lunang

Masyarakat Kenagarian Lunang, Kecamatan Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, yakin selama tinggal di Lunang, Mande Rubiah banyak menerima tokoh-tokoh berpengaruh. Salah satunya Maulana Malik Ibrahim, pembawa ajaran Islam ke tanah air.Perpaduan antara pengaruh Bundo Kanduang dan ajaran Islam tersebut, terlihat pada seni dan tradisi mereka. Makanya, atas keyakinan tersebut mereka berusaha mempertahankan tradisi yang berumur ratusan tahun tersebut.Seperti mereka mempertahankan kepercayaan Mande Rubiah adalah Bundo Kanduang yang “mengirab” dari Pagaruyung, dan berekspansi ke Lunang. Demikian, untuk seni dan tradisi, walau pun memiliki kemiripan nama dan gerakan dengan tari dan atraksi Minangkabau lainnya, masyarakat setempat berpendapat apa yang mereka punya berbeda. Khususnya tentang filosofi gerakan dan makna pertunjukkannya. Hari itu misalnya. Pagi baru saja berlalu dan siang baru menjelang di Kenagarian Lunang, di depan kediaman Mande Rubiah, tengah menunggu kedatangan tamu terhormat. Baru saja nampak puncak hidung tamu yang dimaksud, riuh rendah suara alat musik tradisional membahana. Serangkaian penampilan seni tradisi tersebut, dipersembahkan untuk rombongan Wakil Bupati Pessel dan bundo kanduang dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar. Dimulai dari tari Gelombang, Rendai Main Bersama, Tari Pisau Berpasangan dan ditutup dengan Pencak Pedang Berpasangan. Mulai dari tari Pasambahan, sampai tari-tarian lainnya tidaklah terlalu berbeda dengan daerah lainnya. Namun, untuk Rendai Main Bersama yang dimainkan, lagu yang didendangkan terdengar berbeda. Jika randai biasanya dinyanyikan lagu sembari bercerita yang diambilkan dari kaba, di Lunang nyanyian tersebut diganti dengan yang mereka sebut, Peh Tonjong. Pembina Kelompok yang memainkan pertunjukkan tersebut, Marasum Dt Sampono nan Batuah, 57 menjelaskan Peh Tonjong juga disebut sebagai perisai alam. “Isinya adalah kata-kata menyending sebagai kata pengantar yang isinya berupa nyanyian ratapan atau tentang suka duka kehidupan,” jelas Marasum sembari mengatakan Kelompok Seni Budaya Mande Rubiah, nagari Lunang telah berdiri sejak tahun 1984.Jika anda mendengar Peh Tonjong tersebut, kita akan teringat dengan nyanyian dengan irama serupa sebagai bentuk kaba di Nanggoe Aceh Darussalam. Jadi, menurut Marasum yang mewarisi seni budaya tersebut dari tokoh masyarakat Lunang Maridun Rajo Intan (alm), hal itu berasal dari pengaruh seni Aceh yang dibawa Maulana Malik Ibrahim sekitar abad 16 seiring masuknya Islam di Minangkabau.


Tari Medan dan Pencak Pedang
Selain itu, ada juga tari medan. Tari tersebut dimainkan dengan menggunakan pisau oleh salah satu penarinya. Secara keseluruhan, gerakan tarian ini lebih mirip Pencak Silat dibanding tarian. Kemudian, tari Pedang berpasangan. Dimainkan secara berpasangan dimana masing-masing penari menggunakan pedang sepanjang 1 meter. Setiap gerakan tarian tersebut mengundang teriakan penikmatnya. Bagaimana tidak, walaupun pedang yang menjadi koleksi di Rumah Gadang Mande Rubiah tersebut terlihat berkarat, namun ujungnya masih sanggup menembus rusuk lawan jika tidak terkontrol. Maka itulah, menurut Marasum tarian tersebut hanya dimainkan oleh orang dewasa. Sebab, baik tari (Medan) maupun pedang bukanlah menunjukkan kebiasaan masyarakat Lunang yang sering berperang. “Tapi gerakan tari dan filosofinya melambangkan gagah beraninya nenek moyang. Setiap penari yang memainkan tarian tersebut perlu puluhan tahun untuk memainkannya. Bekal pertama adalah, mampu mengendalikan emosi. Sebab, sudah bawaan sifat manusia, jika memegang senjata, emosinya selalu di puncak,” jelasnya. Sebelum pertunjukan, menurut Marasum masih dipelihara beberapa ritual yang perlu dilaksanakan. Waktunya juga tidak sembarangan.


Dikutip dari web : http://melayuonline.com/ind/news

alamsstp
Painan, tengah April