Tak banyak yang tahu dimana itu Lunang, dan tidak pula banyak yang menulis sejarah tentang Lunang, apa yag mearik dari Lunang. Memang diakui Lunang masih jauh dari pengetahuan masyarakat Sumatera Barat. Sejarah masa lalu yang yang memaksa lunang harus disembunyikan. Sejarah tentang nagari Lunang baru terkuak ke publik baru pada awal tahun 80-an dengan diresmikannya “Rumah Gadang Mande Rubiah” sebagai Museum Lokal di Sumatera Barat dan wisata Budaya oleh Bapak Azwar Anas (Gubernur Sumbar).
Dimana itu Lunang...?
Lunang merupakan salah satu nagari dari 37 nagari (secara adat) di Kabupaten Pesisir Selatan/pasisie yang secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan Lunang Silaut. Kecamatan ini merupakan kecamatan paling selatan Prov. Sumbar dan berbatasan dengan Kabupaten Mukomuko Prov. Bengkulu. Jarak tempuh dari :
- Dari Kota Padang : ± 232 km
- Dari Kota Painan : ± 160 km
- Dari Tapan : ± 18 km
- Dari Kota sungai penuh , Kerinci : ± 65 km
- Dari Mukomuko : ± 60 km
Apa yang menarik dari yang namanya Lunang..?
Secara geografis lunang sangat jauh dari jangkauan masyarakat Minangkabau Sumatera Barat, apalagi dari wilayah Darek, sehingga keberadaan sejarah Lunang banyak yang tidak tahu. Boleh dikatakan lebih dulu diketahui oleh masyarakat di Kabupaten Mukomuko(bengkulu) dan Kerinci(Jambi). Walaupun kedua daerah ini terpisah secara adminstrasi pemerintahan, namun mereka mempunyai sejarah yang satu rumpun dengan kerajaan di Pesisir Selatan dahulunya yaitu kerajaan Inderapura (runtuh sekitar tahun 1792 ) terutama masyarakat Mukomuko yang dilihat secara bahasa dan adat yang dipakai sama dengan masayarakat Lunang, Tapan, Inderapura, dan silaut.
Di Nagari Lunang terdapat 8 suku, sehingga penghulu Suku yang bergelar Datuak di Lunang dikenal dengan sebutan panghulu nan salapan. Suku- suku tersebut terdiri dari :
• Malayu
• Malayu Durian (dikenal juga dengan malayu rajo)
• Malayu Gadang Ranatu Kataka
• Malayu Gadang Kumbuang
• Malayu Tangah
• Malayu Kecik
• Caniago Mangkuto
• Caniago Patih
Secara adat, lunang memadukan antara dua keselarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago, Sejarah Lunang memang sangat menarik untuk diketahui, mulai dari kultur masyarakatnya (terutama bahasa) yang berbeda –bahasa lunang hampir sama dengan bahasa indrapura, mukomoko bengkulu - dengan masyarakat Minang pada umumnya juga masalah Rumah Gadang yang tidak punya gonjong. Selain itu juga sebuah komplek pemakaman raja-raja (tampat) Lunang mulai dari raja perempuan Minangkabau, Bundo Kanduang sampai pewarisnya yang ke-tujuh (labai daulat). sekarang pewarisnya bergelar Mande Rubiah.
Dilunang ada komplek makam –disebut dengan tampat – Bundo Kanduang. Dalam komplek inti ada makam Bundo Kanduang dan pewaris-pewarisnya yaitu : Dang Tuangku, Puti Bungsu, ,Mande Rubiah Tuo, Labai Daulat. Sedangkan kompleks diluarnya terdapat makam-makam kelerga terdekat. Kompleks makam ini terletak 200 m sebelah utara Rumah Gadang Mande Rubiah. Selain itu juga ada makam Cindur Mato/Cindua Mato 100m disebelah barat Rumah Gadang Mande Rubiah. Dalam rumah gadang terdapat benda2 pusaka peninggalan bundo dan keturunannya, diantaranya, senjata tajam (keris, pedang, tombak, senapan), perhiasan (gelang,kalung, baju kebesaran), penglengkapan rumah tangga (sanduak/sendok,carano/tempat sirih,dulang). Selain itu juga ada telur besar yang dinamakan telur garudo dan tanduk kerbau yang dipajang pada tiang-tiang rumah gadang.
Rumah gadang ini tidak seperti lazimnya rumah gadang di sumatera barat, karena secara fisik sangat berbeda. Pertama, atap tidak bergonjong walaupun dahulunya sama-sama berasal dari ijuk. Kedua, dindingnya tidak terbuat dari kayu yang mempunyai ukiran-ukiran bagus dan mahal, tetapi hanya dari kulit kayu yang berwarna agak kecoklatan. Ketiga, tidak ada pembagian ruangan secara spesifik, hanya ada 3 ruangan, ruangan depan yang memanjang dari timut ke barat (tempat menyimpan benda-benda pusaka) yang merupakan ruangan tempat rapat ninik mamak serta elemen nagari setiap hari kedua Idul fitri. Ruangan kedua yang berada bagian selatan yang juga menyimpan barang-barang pusaka, dalam acara adat biasanya tempat duduk para ibu-ibu. Dan ruangan ketiga adalah sebuah kamar kecil yang tidak satupun orang boleh memasukinya, kecuali mande rubiah.
Mengapa rumah ini berbeda? Keberadaan rumah ini sebenarnya tidak lepas dari sejarah mihrabnya/perjalanan Bundo kanduang beserta pewarisnya dari Pagaruyung menuju -- banyak diceritakan dalam kaba dan banyak diyakini orang ke langit -- ke Lunang. Bundo kanduang bukan sengaja menyembunyikan identitas secara luar tanpa menghilangkan nilai budaya yang ada. Walaupun tidak ada istana megah namun namanya masih tetap eksis dengan sebutan lain mande rubiah. Tuahnya sebagi raja masih melekat, walupun tidak duduk disingasana dan menyusun strategi, namun tuah itu ada dalam bentuk tempat meminta nasehat dan tempat menanyakan obat-obat. Bahkan tuah ini sampai pewaris ke 8 (rakinah) masih ada. Maka untuk menyembunyikan identitas tadi bundo kanduang serta pewarisnya membuat sebuah istana kecil yang tidak bergonjong. Zaman ini lunang disebut sebagai bilik/kamar dalam, sedangkan kerajaan inderapura disebut ruangan luar, karena memang bundo kanduang mendapat perlindungan dari raja-raja Inderapura. Maka sejak itu keberadaan rumah gadang mande rubiah ini sengaja disembunyikan dan tidak banyak diketahui orang khususnya oleh daerah pagaruyung.
eksistensi mande rubiah dan apa saja bentuk-bentuknya di nagari lunang :
1. Tempat meminta nasehat dari penghulu suku. Jika ada suatu perundingan yang sudah disepakati oleh penghulu, maka tempat terakhir yang dimentakan pendapatnya – minta persetujuan –adalah mande rubiah.
2. Jika ada pasangan yang mau melangsungkan helat pernikahan, maka sebelum nikah terlebih dahulu di limau –mandi dengan ramuan dari jeruk- di sungai lunang oleh mande rubiah.
3. Rumah gadang ini dugunakan juga untuk acara maulid nabi, menyambut bulan puasa.
4. Dll..
Dimana itu Lunang...?
Lunang merupakan salah satu nagari dari 37 nagari (secara adat) di Kabupaten Pesisir Selatan/pasisie yang secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan Lunang Silaut. Kecamatan ini merupakan kecamatan paling selatan Prov. Sumbar dan berbatasan dengan Kabupaten Mukomuko Prov. Bengkulu. Jarak tempuh dari :
- Dari Kota Padang : ± 232 km
- Dari Kota Painan : ± 160 km
- Dari Tapan : ± 18 km
- Dari Kota sungai penuh , Kerinci : ± 65 km
- Dari Mukomuko : ± 60 km
Apa yang menarik dari yang namanya Lunang..?
Secara geografis lunang sangat jauh dari jangkauan masyarakat Minangkabau Sumatera Barat, apalagi dari wilayah Darek, sehingga keberadaan sejarah Lunang banyak yang tidak tahu. Boleh dikatakan lebih dulu diketahui oleh masyarakat di Kabupaten Mukomuko(bengkulu) dan Kerinci(Jambi). Walaupun kedua daerah ini terpisah secara adminstrasi pemerintahan, namun mereka mempunyai sejarah yang satu rumpun dengan kerajaan di Pesisir Selatan dahulunya yaitu kerajaan Inderapura (runtuh sekitar tahun 1792 ) terutama masyarakat Mukomuko yang dilihat secara bahasa dan adat yang dipakai sama dengan masayarakat Lunang, Tapan, Inderapura, dan silaut.
Di Nagari Lunang terdapat 8 suku, sehingga penghulu Suku yang bergelar Datuak di Lunang dikenal dengan sebutan panghulu nan salapan. Suku- suku tersebut terdiri dari :
• Malayu
• Malayu Durian (dikenal juga dengan malayu rajo)
• Malayu Gadang Ranatu Kataka
• Malayu Gadang Kumbuang
• Malayu Tangah
• Malayu Kecik
• Caniago Mangkuto
• Caniago Patih
Secara adat, lunang memadukan antara dua keselarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago, Sejarah Lunang memang sangat menarik untuk diketahui, mulai dari kultur masyarakatnya (terutama bahasa) yang berbeda –bahasa lunang hampir sama dengan bahasa indrapura, mukomoko bengkulu - dengan masyarakat Minang pada umumnya juga masalah Rumah Gadang yang tidak punya gonjong. Selain itu juga sebuah komplek pemakaman raja-raja (tampat) Lunang mulai dari raja perempuan Minangkabau, Bundo Kanduang sampai pewarisnya yang ke-tujuh (labai daulat). sekarang pewarisnya bergelar Mande Rubiah.
Dilunang ada komplek makam –disebut dengan tampat – Bundo Kanduang. Dalam komplek inti ada makam Bundo Kanduang dan pewaris-pewarisnya yaitu : Dang Tuangku, Puti Bungsu, ,Mande Rubiah Tuo, Labai Daulat. Sedangkan kompleks diluarnya terdapat makam-makam kelerga terdekat. Kompleks makam ini terletak 200 m sebelah utara Rumah Gadang Mande Rubiah. Selain itu juga ada makam Cindur Mato/Cindua Mato 100m disebelah barat Rumah Gadang Mande Rubiah. Dalam rumah gadang terdapat benda2 pusaka peninggalan bundo dan keturunannya, diantaranya, senjata tajam (keris, pedang, tombak, senapan), perhiasan (gelang,kalung, baju kebesaran), penglengkapan rumah tangga (sanduak/sendok,carano/tempat sirih,dulang). Selain itu juga ada telur besar yang dinamakan telur garudo dan tanduk kerbau yang dipajang pada tiang-tiang rumah gadang.
Rumah gadang ini tidak seperti lazimnya rumah gadang di sumatera barat, karena secara fisik sangat berbeda. Pertama, atap tidak bergonjong walaupun dahulunya sama-sama berasal dari ijuk. Kedua, dindingnya tidak terbuat dari kayu yang mempunyai ukiran-ukiran bagus dan mahal, tetapi hanya dari kulit kayu yang berwarna agak kecoklatan. Ketiga, tidak ada pembagian ruangan secara spesifik, hanya ada 3 ruangan, ruangan depan yang memanjang dari timut ke barat (tempat menyimpan benda-benda pusaka) yang merupakan ruangan tempat rapat ninik mamak serta elemen nagari setiap hari kedua Idul fitri. Ruangan kedua yang berada bagian selatan yang juga menyimpan barang-barang pusaka, dalam acara adat biasanya tempat duduk para ibu-ibu. Dan ruangan ketiga adalah sebuah kamar kecil yang tidak satupun orang boleh memasukinya, kecuali mande rubiah.
Mengapa rumah ini berbeda? Keberadaan rumah ini sebenarnya tidak lepas dari sejarah mihrabnya/perjalanan Bundo kanduang beserta pewarisnya dari Pagaruyung menuju -- banyak diceritakan dalam kaba dan banyak diyakini orang ke langit -- ke Lunang. Bundo kanduang bukan sengaja menyembunyikan identitas secara luar tanpa menghilangkan nilai budaya yang ada. Walaupun tidak ada istana megah namun namanya masih tetap eksis dengan sebutan lain mande rubiah. Tuahnya sebagi raja masih melekat, walupun tidak duduk disingasana dan menyusun strategi, namun tuah itu ada dalam bentuk tempat meminta nasehat dan tempat menanyakan obat-obat. Bahkan tuah ini sampai pewaris ke 8 (rakinah) masih ada. Maka untuk menyembunyikan identitas tadi bundo kanduang serta pewarisnya membuat sebuah istana kecil yang tidak bergonjong. Zaman ini lunang disebut sebagai bilik/kamar dalam, sedangkan kerajaan inderapura disebut ruangan luar, karena memang bundo kanduang mendapat perlindungan dari raja-raja Inderapura. Maka sejak itu keberadaan rumah gadang mande rubiah ini sengaja disembunyikan dan tidak banyak diketahui orang khususnya oleh daerah pagaruyung.
eksistensi mande rubiah dan apa saja bentuk-bentuknya di nagari lunang :
1. Tempat meminta nasehat dari penghulu suku. Jika ada suatu perundingan yang sudah disepakati oleh penghulu, maka tempat terakhir yang dimentakan pendapatnya – minta persetujuan –adalah mande rubiah.
2. Jika ada pasangan yang mau melangsungkan helat pernikahan, maka sebelum nikah terlebih dahulu di limau –mandi dengan ramuan dari jeruk- di sungai lunang oleh mande rubiah.
3. Rumah gadang ini dugunakan juga untuk acara maulid nabi, menyambut bulan puasa.
4. Dll..
3 komentar:
Tulisan yang sangat bermanfaat.Perlu dilakukan Penelitian Mendalam Tentang Kerajaan Indrapura dengan membentuk Team yang melibatkan akademisi. dan bagaimana Hubungannya dengan Kerajaan Pagaruyung.
mhn informasi hubungan lunang dengan kerinci, nama saya Ari Wahyudi, gelar NGABI TEH SANTIO BAWO dari suku pemangku rajo, sungai penuh-kerinci. menurut tambo dan cerita orang2 tua kami, bahwa suku kami pemangku rajo berasal dari Lunang, kalau boleh anda bantu saya mencari literatur2 sejarah dan tambo lunang yang ada menceritakan hal tsb...(contac saya: ari_whyd80@yahoo.com/ phone:085266997763)
saya sangat tertarik dengan sejarah lunang,saya pernah dibesarkan dilunang dan saya berasal dari batusangkar(kampung orang tua)setidaknya lunang dengan batusangkar sangat erat hubungannya..
Posting Komentar