Selasa, 17 Juli 2012

KABUPATEN PESISIR SELATAN MEMBENTUK 3 KECAMATAN BARU

Pada tanggal 16 Juli 2012 kemarin, melalui penandatanganan bersama antara Pemkab Pesisir Selatan dan DPRD Kab. Pesisir Selatan tentang Persetujuan Pembentukan Kecamatan Airpura, Rnah Ampek Hulu Tapan dan Kecamatan Silaut, maka Kabupaten Pesisir Selatan memiliki 3 kecamatan baru.


Pembentukan 3 kecamatan baru di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel)  tersebut adalah hasil dari pemekaran 3 kecamatan dibagian selatan Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu :
  1. Pemekaran Kecamatan Pancung Soal  --> membentuk Kecamatan Airpura (ibukota kecamatan adalah Tamuan, Nagari Tanah Bakali)
  2. Pemekaran Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan --> membentuk Kecamatan Rnah Ampek Hulu Tapan (ibukota kecamatan adalah Pasar Beriang, Nagari ampung Tengah Tapan)
  3. Pemekaran Kecamatan Lunang Silaut  --> membentuk Kecamatan Silaut (ibukota kecamatan adalah Silaut)
Kecamatan Airpura meliputi 10 Pemerintahan Nagari :
  1. Pemerintahan Nagari Inderapura Utara.
  2. Pemerintahan Nagari Muara Inderapura.
  3. Pemerintahan Nagari Damar Lapan Batang Inderapura.
  4. Pemerintahan Nagari Lalang Panjang Inderapura.
  5. Pemerintahan Nagari Palokan Inderapura.
  6. Pemerintahan Nagari Lubuk Betung Inderapura.
  7. Pemerintahan Nagari Tluk Kualo Inderapura.
  8. Pemerintahan Nagari Tanah Bakali Inderapura.
  9. Pemerintahan Nagari Inderapura Timur.
  10. Pemerintahan Nagari Pulau Rajo Inderapura

Kecamatan Rnah Ampek Hulu Tapan meliputi 10 Pemerintahan Nagari :
  1. Pemerintahan Nagari Sungai Gambir Sako Tapan.
  2. Pemerintahan Nagari Limau Purut Tapan.
  3. Pemerintahan Nagari Talang Balarik Tapan.
  4. Pemerintahan Nagari Tebing Tinggi Tapan.
  5. Pemerintahan Nagari Binjai Tapan.
  6. Pemerintahan Nagari Sungai Pinang Tapan.
  7. Pemerintahan Nagari Talang Koto Pulai Tapan.
  8. Pemerintahan Nagari Kampung Tengah Tapan.
  9. Pemerintahan Nagari Kubu Tapan.
  10. Pemerintahan Nagari Simpang Gunung Tapan

Kecamatan Silaut meliputi 10 Pemerintahan Nagari :
  1. Pemerintahan Nagari Silaut.
  2. Pemerintahan Nagari Sungai Sirah.
  3. Pemerintahan Nagari Sungai Sarik.
  4. Pemerintahan Nagari Sungai Pulai.
  5. Pemerintahan Nagari Pasir Binjai.
  6. Pemerintahan Nagari Talang
  7. Pemerintahan Nagari Durian Seribu.
  8. Pemerintahan Nagari Lubuk Bunta.
  9. Pemerintahan Nagari Air Hitam.
  10. Pemerintahan Nagari Sambungo.

Perda tiga kecamatan harus disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri cq. Dirjen PUM paling lambat tanggal 1 Agustus 2012, hal ini terkait surat dari Mendagri yang meminta Gubernur seluruh indonesia menyampaikan data dan Peraturan yang menyangkut pembentukan kecamatan termasuk kecamatan yang baru dibentuk paling lambat tanggal 1 Agustus 2012, jika kecamatan yang baru terbentuk belum disampaikan sebelum tanggal 1 agustus 2012, maka tidak akan dikeluarkan nomor kode wilayah administrasi kecamatan sampai terpilihnya Presiden/Wakil Presiden hasil pemilu tahun 2014 nanti.

Untuk itu, Pemerintah dan DPRD kab. Pesisir Selatan terus berusaha secepat mungkin dan selalu berkoordinasi dengan pemprov Sumbar agar nomor kode tersbut sudahselesai sebelum tanggal yang ditetapkan.  
Dengan telah dibentukannya 3 kecamatan baru di kab. Pessel, maka jumlah kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan menjadi 15 (lima belas) kecamatan, yaitu :
  1. Koto XI Tarusan
  2. Bayang
  3. IV Nagari Bayang Utara
  4. IV Jurai
  5. Batang Kapas
  6. Sutera
  7. Lengayang
  8. Ranah Pesisir
  9. Linggo Sari Baganti
  10. Pancung Soal
  11. Basa Ampek Balai Tapan
  12. Lunang*
  13. Airpura
  14. Rnah Ampek Hulu Tapan
  15. Silaut

Ket : * Kecamatan Lunang dulunya bernama Kecamatan Lunang Silaut, pergantian nama ini sesuai dengan perda yang disetujui DPRD Kab. Pessel yaitu Perda Tentang Perubahan Nama Kecamatan Lunang Silaut Menjadi  Kecamatan Lunang.

Painan, Medio Juli 2012
Mar Alamsyah Sutan Daulat

Jumat, 08 Juli 2011

DARI NAGARI KE DESA DAN KEMBALI KE NAGARI DI KABUPATEN PESISIR SELATAN ~ sekilas tentang Nagari Lunang~

Sama dengan nagari di daratan Sumatera Barat dahulunya, Nagari Lunang merupakan pemerintahan terendah yang berotonomi. Namun pada tahun 1983, Nagari Lunang dinyatakan dihapus sebagai pemerintahan terendah dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui SK Gubernur KDH Tk.I Sumatera Barat Nomor 162/GSB/1983. SK Gubernur tersebut menghapus dan mengganti sistem pemerintahan nagari di Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan desa seiring  adanya penyeragaman pemerintahan terendah di seluruh Indonesia tahun 1979 (Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa).  Nagari Lunang kemudian dibagi dalam 7 (tujuh) wilayah administrasi desa, yaitu :
1.    Lunang
2.    Kumbung
3.    Sindang
4.    Bukit Tapus
5.    Tanjung Beringin
6.    Talang Sari
7.    Tanjung sari

++ Ket : 1-4 mayoritas suku Minang, 5-7 warga eks transmigrasi


 Seiring dengan bergulirnya  Era Reformasi  dan tuntutan demokratisasi diberbagai bidang  pada tahun 1998,  juga  membawa perubahan  dalam memandang  Undang-undang  Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa. Untuk itu lahirlah kebijakan pemerintah yang relatif reformis tentang penyelengaraan pemerintahan daerah yang dikenal dengan  Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah yang mana titik berat dari Undang-undang  tersebut adalah  desentralisasi.  Peluang ini dijadikan momen untuk kembali ke sistem Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat melalui Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari, yang ditingkat  Pemerintah Kab. Pesisir Selatan (Pessel) baru terealisasi tahun 2001 dengan Perda Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 17 Tahun 2001 Tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari dan disertai 7 (Tujuh) Perda  lainnya yaitu Perda Nomor 18-24 Tahun 2001.

Dengan resminya Kab. Pessel kembali Sistem Pemerintahan Nagari (penyatuan wilayah adat dengan wilayah pemerintahan), maka 178  (seratus tujuh puluh delapan) desa dan 4 (empat)  kelurahan di Kabupaten Pesisir Selatan yang ada ketika itu di hapus dengan membentuk 36 Nagari (sesuai dengan jumlah nagari sebelum tahun 1983) yang salah satunya adalah Nagari Lunang (regrouping dari 7 desa). Namun kemudian tahun 2005 terjadi pemekaran Nagari Siguntur di Kec. Koto XI Tarusan dengan membentuk Nagari Taratak Sungai Lundang, sehingga sampai tahun 2009, jumlah nagari di Pessel menjadi 37 nagari.

Sesuai dengan Perda yang ada, dalam sebuah pemerintahan nagari dibentuk kampung – di Pessel dinamakan kampung, tapi kabupaten lain ada yang dinamakan dengan Jorong, Korong – yang merupakan wilayah administrasi nagari. Mengingat luasnya wilayah nagari Lunang (± 86.710 Ha) dengan  jumlah penduduk yang mencapai  15.768 jiwa pada waktu itu, maka Nagari Lunang dibagi dalam 27  (Dua Puluh Tujuh)  kampung.

Setelah sekitar enam tahun sistem pemerintahan nagari diterapkan di Sumbar, lahir wacana bahwa pemerintahan nagari terlalu besar sehingga menyulitkan pelayanan dan pengawasan di tingkat bawah, sehingga tahun 2007 lahirlah revisi Perda Nomor 9 Tahun 2000 dengan mengesahkan Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2  Tahun 2007  Tentang  Pokok-pokok Pemerintahan Nagari, begitu juga ditingkat kabupaten/kota, Perda yang mengatur tentang pemerintahan nagari sebelumnya direvisi dengan mengacu pada Perda Provinsi Sumbar, di Kab. Pessel revisi Perda tentang pemerintahan nagari adalah Perda Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Nagari.

Dengan mengacu ada Perda yang terakhir, pemekaran pemerintahan nagari tidak berarti memekarkan wilayah adat dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN) yang ada – dalam arti kata wilayah nagari secara adat tidak dirubah dan adanya pemisahan antara Nagari adat dengan nagari pemerintah – sehingga tahun 2009 Pemkab. Pessel mensahkan Perda tentang pemekaran nagari sebanyak 39 nagari sehingga jumlah pemerintahan menjadi 76 Nagari (37 Induk + 39 hasil pemekaran). Di Nagari Lunang, terjadi penambahan 3 pemerintahan nagari sehingga diwilayah Kenagarian Lunang jumlah pemerintahan nagari sebanyak 4 nagari, yaitu :
1. Nagari Lunang (nagari Induk)
       pusat pemerintahan di Kampung Rantau Ketaka Lunang
2. Nagari Lunang utara (nagari pemekaran)
       pusat pemerintahan di Kampung Kumbung
3. Nagari Lunang Barat (nagari pemekaran)
       pusat pemerintahan di Tanjung Beringin
4. Nagari Lunang Selatan  (nagari pemekaran)
       pusat pemerintahan di Talang Sari

Kemudian untuk lebih meningkatkan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan ditingkat nagari-nagari di Pessel, pada tahun 2010 terjadi revisi atas Perda Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 8 Tahun 2007 menjadi Perda Nomor 9 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Perda Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Nagari, dan tahun 2011 Pemerintahan Kab. Pessel kembali merencanakan memekarkan pemerintahan nagari yang ada (boleh dikatakan pemekaran tahap kedua, red) sebanyak 106 nagari, sehingga jumlah pemerintahan nagari nanti akan bertambah dan menjadi 182 Nagari.

Dilihat di Kenagarian Lunang sendiri, dari 4 pemerintahan nagari sebelumnya -  sampai tahun 2011- diusulkan menjadi 10 pemerintahan nagari, jika usulan pmekaran itu dikabulkan, maka pemerinatahan nagari di Lunang sebagai berikut :
1.    Nagari Lunang
2.    Nagari Lunang utara
3.    Nagari Lunang Barat
4.    Nagari Lunang Selatan
5.    Nagari Sindang Lunang
6.    Nagari Pondok Parian Lunang
7.    Nagari Lunang Tengah
8.    Nagari Lunang Satu
9.    Nagari Lunang Dua
10.  Nagari Lunang Tiga


   Sebenarnya, secara  teoritis, pemekaran pemerintahan nagari di Pessel akan mampu mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti ; peningkatan pelayanan publik, pemerintahan yang efektif, meningkatnya derap pembangunan ekonomi masyarakat sehingga lahirnya pemerintahan yang baik serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Tetapi, kita tidak boleh lengah dan terjebak dalam  eforia yang berlebihan, karena secara  empiris  cita-cita itu bisa saja kandas ditengah jalan tanpa adanya dukungan dari pemerintah daerah dan persiapan yang matang seperti peningkatan capacity building dan kohesi sosial masyarakat.

Painan, Medio Juli 2011
~Tapra~

Selasa, 19 April 2011

Kompetensi Camat Tingkat Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011

Sebagai salah satu unsur perangkat daerah kabupaten/kota, camat mempunyai peranan penting dalam melaksanakan tugas menangani sebagian urusan Otonomi Daerah dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Sumatera Barat Nomor 14 tahun 2011 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Penilaian Kompetensi Camat di Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kab/Kota se-Sumatera Barat wajib memilih dan menetapkan camat yang memiliki kompetensi terbaik di tingkat Kab/kota untuk diajukan mengikuti Kompetensi Camat Tingkat Provinsi Sumatera Barat. Penilaian ini meliputi 3 aspek yaitu : Aspek Pemerintahan, aspek Pembangunan dan Aspek Kemasyarakatan, dengan 7 Indikator penilaian (Kenyataan/Fakta, tanggap, berwawasan luas, gagasan baru, kemampuan bekerjasama, terukur dan keterbukaan).
Di Kabupaten Pesisir Selatan, pelaksanakan penilaian penilian kompetensi camat berdasarkan Keputusan Bupati Pesisir Selatan Nomor :138/163/Kpts/BPT-PS/2011 tentang Tim Penilai Kompetensi Camat Tingkat Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011.
Berpedoman pada Pergub di atas, yang menjelaskan bahwa camat yang ikut dalam penilaian adalah camat yang "sedang dan pernah menduduki jabatan Camat paling kurang 1 (satu) tahun", maka di Kab. Pesisir Selatan, dari 12 camat yang ada hanya 6 camat yang memenuhi persyaratan tersebut, yaitu : Camat IV Nagari Bayang Utara, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Ranah Pesisir dan Linggo Sari Baganti.
Tim penilai terdiri dari beberapa SKPD seperti dari Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Koperasi UKM Perdagangan dan Pasar, BPM dan DPPKAD. kemudian juga ada dari LKAAM Pesisir Selatan serta Tim penggerak PKK. Hasil penilaian tersebut kemudian ditetapkan kembali dengan Keputusan Bupati Pesisir Selatan Nomor 138/178/Kpts/BPT-PS/2011 tentang Penetapan Camat Yang Memiliki Kompetensi Terbaik Tingkat Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011. Peringkat 3 besar penilaian Kompetensi Camat Tingkat Pesisir Selatan tahun 2011 adalah :
  1. Darmadi, S.Sos (Camat Batang Kapas)
  2. Irjal, SE (Camat IV Nagari Bayang Utara)
  3. Drs. Adri, M.Si (Camat Linggo Sari Baganti)




*kasubbag Tapra





Selasa, 13 April 2010

Seni dan Tradisi di Nagari Lunang

Masyarakat Kenagarian Lunang, Kecamatan Lunang Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, yakin selama tinggal di Lunang, Mande Rubiah banyak menerima tokoh-tokoh berpengaruh. Salah satunya Maulana Malik Ibrahim, pembawa ajaran Islam ke tanah air.Perpaduan antara pengaruh Bundo Kanduang dan ajaran Islam tersebut, terlihat pada seni dan tradisi mereka. Makanya, atas keyakinan tersebut mereka berusaha mempertahankan tradisi yang berumur ratusan tahun tersebut.Seperti mereka mempertahankan kepercayaan Mande Rubiah adalah Bundo Kanduang yang “mengirab” dari Pagaruyung, dan berekspansi ke Lunang. Demikian, untuk seni dan tradisi, walau pun memiliki kemiripan nama dan gerakan dengan tari dan atraksi Minangkabau lainnya, masyarakat setempat berpendapat apa yang mereka punya berbeda. Khususnya tentang filosofi gerakan dan makna pertunjukkannya. Hari itu misalnya. Pagi baru saja berlalu dan siang baru menjelang di Kenagarian Lunang, di depan kediaman Mande Rubiah, tengah menunggu kedatangan tamu terhormat. Baru saja nampak puncak hidung tamu yang dimaksud, riuh rendah suara alat musik tradisional membahana. Serangkaian penampilan seni tradisi tersebut, dipersembahkan untuk rombongan Wakil Bupati Pessel dan bundo kanduang dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar. Dimulai dari tari Gelombang, Rendai Main Bersama, Tari Pisau Berpasangan dan ditutup dengan Pencak Pedang Berpasangan. Mulai dari tari Pasambahan, sampai tari-tarian lainnya tidaklah terlalu berbeda dengan daerah lainnya. Namun, untuk Rendai Main Bersama yang dimainkan, lagu yang didendangkan terdengar berbeda. Jika randai biasanya dinyanyikan lagu sembari bercerita yang diambilkan dari kaba, di Lunang nyanyian tersebut diganti dengan yang mereka sebut, Peh Tonjong. Pembina Kelompok yang memainkan pertunjukkan tersebut, Marasum Dt Sampono nan Batuah, 57 menjelaskan Peh Tonjong juga disebut sebagai perisai alam. “Isinya adalah kata-kata menyending sebagai kata pengantar yang isinya berupa nyanyian ratapan atau tentang suka duka kehidupan,” jelas Marasum sembari mengatakan Kelompok Seni Budaya Mande Rubiah, nagari Lunang telah berdiri sejak tahun 1984.Jika anda mendengar Peh Tonjong tersebut, kita akan teringat dengan nyanyian dengan irama serupa sebagai bentuk kaba di Nanggoe Aceh Darussalam. Jadi, menurut Marasum yang mewarisi seni budaya tersebut dari tokoh masyarakat Lunang Maridun Rajo Intan (alm), hal itu berasal dari pengaruh seni Aceh yang dibawa Maulana Malik Ibrahim sekitar abad 16 seiring masuknya Islam di Minangkabau.


Tari Medan dan Pencak Pedang
Selain itu, ada juga tari medan. Tari tersebut dimainkan dengan menggunakan pisau oleh salah satu penarinya. Secara keseluruhan, gerakan tarian ini lebih mirip Pencak Silat dibanding tarian. Kemudian, tari Pedang berpasangan. Dimainkan secara berpasangan dimana masing-masing penari menggunakan pedang sepanjang 1 meter. Setiap gerakan tarian tersebut mengundang teriakan penikmatnya. Bagaimana tidak, walaupun pedang yang menjadi koleksi di Rumah Gadang Mande Rubiah tersebut terlihat berkarat, namun ujungnya masih sanggup menembus rusuk lawan jika tidak terkontrol. Maka itulah, menurut Marasum tarian tersebut hanya dimainkan oleh orang dewasa. Sebab, baik tari (Medan) maupun pedang bukanlah menunjukkan kebiasaan masyarakat Lunang yang sering berperang. “Tapi gerakan tari dan filosofinya melambangkan gagah beraninya nenek moyang. Setiap penari yang memainkan tarian tersebut perlu puluhan tahun untuk memainkannya. Bekal pertama adalah, mampu mengendalikan emosi. Sebab, sudah bawaan sifat manusia, jika memegang senjata, emosinya selalu di puncak,” jelasnya. Sebelum pertunjukan, menurut Marasum masih dipelihara beberapa ritual yang perlu dilaksanakan. Waktunya juga tidak sembarangan.


Dikutip dari web : http://melayuonline.com/ind/news

alamsstp
Painan, tengah April

Jumat, 20 November 2009

Batiak/Batik Tanah Liek


Batiak Tanah Liek di Kabupaten Pesisir Selatan

Walaupun dunia batik menjadi perdebatan dan saling klaim antar negara bangsa –negara mana yang berhak menjadi negara pemegang paten batik, hal inilah yang menjadi perdebatan antara Indonesia dan Malaysia akhir-akhir ini. Terlepas dari masalah tersebut, batik sebenarnya tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan masyarakat indonesia, karena memang menurut banyak sejarah batik tidak bisa dipisahkan dengan budaya Indonesia bahkan organisasi PBB sudah memberikan label batik sebagai warisan dunia dari Indonesia. Batik menjadi ikon tersendiri bagi masyarakat Indonesia, bahkan batik menjadi trend ditengah masayarakat tertentu, karena batik mengandung banyak makna – sebagai contoh masyarakat Jawa – bagi yang memakainya. Setiap corak atau motif akan mempunyai arti dan lambang tersendiri dan pantas dipakai pada waktu tersendiri pula.
Batik di Indonesia memang sangat identik dan dikaitkan dengan kultur atau budaya Jawa, namun bukan berarti daerah, suku lain tidak mempunyai ciri khas batik tersendiri. Batik di Indonesia juga ditemukan di kalimantan dan juga di Sumatera (Sumatera Barat, Aceh, Jambi, Kalimantan, dan daerah lainnya). Terkadang sulit dipercaya, di Sumatera Barat (Sumbar) yang selama ini terkenal dengan kain songket, bordiran dan sulaman ternyata juga mengenal batik.
Keberadaan batik di Sumbar mengalami pasang surut, setelah lama hilang dari peredaran dan terkesan langka pemakainya, bahkan sangat jarang dipakai lagi dalam pakaian adat, sekarang mulai muncul lagi sebagai sebuah budaya lokal yang harus dikembangkan. Mulai dikenalnya kembali batik di Sumbar sekitar tahun 1993 berkat usaha oleh seorang perempuan yang sudah lama bekerja dalam usaha bordiran yang bernama Wirda Hanim, niatnya karena ingin membangkitkan kembali batik ciri khas Sumbar ini ditengah masyarakat2.
Sejak lama, Sumatera Barat terkenal dengan bordir dan sulamannya. Namun, sesungguhnya Tanah Minang masih menyimpan satu jenis kain yang tidak kalah indahnya. Kain itu dikenal dengan sebutan batiak tanah liek. Kalau dilihat sekilas, batiak tanah liek tidak jauh berbeda dengan batik umumnya, namun batik tanah liek punya keunikan tersendiri yang mana dalam proses pembuatan batik tanah liek ini dari bahan dasar tanah liat. Keunikan itu juga dikaui oleh tim dari Amerika Serikat yang tergabung dalam Textile Odyssey San Fransisco yang sengaja mengunjungi Sumatera Barat dan melihat langsung workshop Batik Tanah Liek ini. Batik tanah liek Pesisir Selatan nan eksotik pun tak mau ketinggalan. Sudah sejak lama batik Pesisir Selatan (Pessel) membuktikan diri eksis sebagai salah satu fashion bergengsi di negeri ini.



2 www.padangekspres.com, menghidupkan kembali batik tanah liek


Sebenarnya batik ciri khas Sumatera Barat – tersebar pada tiga daerah yaitu, Kabupaten Pesisir Selatan, Padang dan Dharmasraya – dikenal dengan sebutan Batiak Tanah Liek (batik Tanah Liat), yang mana bahan dasar dari pembuatan batik berasal dari tanah liat dan warna dasar batik itu adalah coklat seperti warna tanah. Seperti batik di tanah jawa yang dikenal dengan macam-macam motif (sidomukti, parang rusak, trumtum), di Sumbar juga mengenal berbagai macam motif kuno (kuda laut dan burung hong) dan sekarang adanya paduan dengan motif lukisan pada kain batik itu, antara lain (tumbuhan merambat atau akar berdaun, keluk daun pakis, pucuk rebung, itik pulang petang) dll. Walaupun tidak terlalu kental dengan budaya setempat, di Ranah Minang1 Batik tidaklah terlalu asing. Ini dapat kita lihat dari pemakaian batik oleh para bundo kandung2 dalam upacara adat. Uniknya, batik tersebut digunakan bersama kain songket dengan talakuak3. Pemakaian batik berupa selendang mempunyai kekhasan tersendiri yang mana selendang batik itu diselempangkan antar bahu ke bahu. Selain itu juga batik tanah liek pada masa lalu di pakai oleh para penghulu4 berupa selendang dalam pakaian adatnya.
Jika batik daerah lain banyak mengadopsi motif-motif flora, motif batik tanah liek Pessel banyak terinspirasi dari binatang-binatang laut seperti, kuda laut, dan biota lain. Hal ini disebabkan topografi daerah Pessel yang terletak di pesisir pantai sehingga masyarakatnya sangat akrab dan dekat dengan laut. Sehingga biota laut yang beranekaragam dan memiliki keindahan tersendiri menjadi inspirasi untuk menciptakan karya seni atau kerajinan tangan seperti batik ini.
Batik Pessel ada mempunyai sembilan motif, delapan motif laut dan 1 motif flora, yakni kaluak paku untuk pinggir kain. Sejarah batik tanak liek Pessel berawal sejak zaman dulu, saat batik berupa selendang dipakai hanya untuk acara adat. Warna batik hanya ada dua, warna tanah dan hitam.
Warna tanah didapatkan dari merendam kain dalam larutan tanah liat. Sedangkan warna hitam diperoleh dari larutan kulit jengkol yang direndam dalam air5. Seiring perkembangan zaman, dan tuntuan pasar, batik tanak liek Pessel berkembang menjadi aneka fashion seperti baju stelan, pakaian gamis, jilbab dan kemeja atau baju koko untuk laki-laki. Warna pun kian beragam seseuai selera pasar. Ada warna-warna cerah, seperti merah, merah muda, biru, hijau hingga warna-warna soft dan perpaduan warna yang cantik. Dasar kain tidak hanya sutera yang ringan dan nyaman tapi juga ada santung dobi dan lainnya. Hingga kini batik tanah liek Pessel sudah berkibar di mana-mana, baik di nusantara maupun mancanegara.
Selain dasar pembuatan batik dari tanah liat. Sekarang sudah terdiri dari bahan pewarna alam lainnya. Ada yang dari kulit jengkol, kulit rambutan, gambir, kulit mahoni, daun jerame dan masih banyak akar-akar lainnya yang juga digunakan.
1 Ranah Minang (tanah Minang) sebutan lain dari daratan Prov. Sumatera Barat yang didiami oleh mayoritas suku Minangkabau.

2 Ibu-ibu (red)

3 penutup kepala perempuan dalam pakaian adat Minangkabau yang menyerupai tanduk kerbau.

4 Kepala Adat Suku Minang kabau.

5 www.padangekspres.com, menghidupkan kembali batik tanah liek


Perkembangan batik tanah liek
Pada masa dahulu, batik dipakai dalam pakaian adat oleh penghulu, ini mencerminkan bahwa batik sudah lama dan dekat dengan budaya di Sumatera Barat khususnya di Pesisir Selatan. Karena itu untuk mengembangkan budaya daerah pemerintah daerah (pemda) berusaha memperkenalkan batik ini baik tingkat lokal, nasional maupun internasional. Langkah pertama yang diambil Pemda adalah melakukan promosi lewat pameran tingkat kabupaten dan provinsi seperti ikut event “Padang Fair”, menggalakkan pemakain batik tanah liek ini ditingkat daerah dan dengan mewajibkan bagi PNS di lingkungan Pemda Pesisir Selatan untuk memakai batik tanah liek setiap hari jumat serta mewajibkan bagi istri-istri pejabat daerah untuk memakai batik tanah liek dalam acara resmi daerah. Di tingkat nasional pemda mencoba melakukan promosi dengan memberi souvenir/cinderamata cuma-cuma kepada pejabat dalam kunjungan ke Kabupaten Pesisir Selatan dengan maksud agar batik tanah liek bisa dikenal banyak orang dari luar daerah. Selain itu juga ikut dalam pameran-pameran dalam Pekan Raya Jakarta (PRJ).dan pagelaran seperti pagelaran mode Fashion Exploration di Jakarta Convention Center (JCC). Pada tingkat internasional juga ikut dalam pameran-pemeran ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Belanda.


Problem pengembangan
Masalah pokok dalam pembangunan daerah yaitu terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumber daya fisik secara lokal (daerah).
Setelah di jelaskan diatas, bahwa sudah adanya usaha dalam pengembangan batik tanah liek oleh pemerintah daerah, namun usaha ini belum maksimal karena belum adanya keterlibatan pihak swasta. Absennya keterlibatan pihak swasta ini terkait dengan kendala atau problem pengembangan batik di Pesisir Selatan, yaitu :
  1. Promosi masih banyak bergantung pada Provinsi
Promosi memang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik lokal, nasional maupun internasional, namun kendala ini promosi khusus promosi keluar negeri adalah karena minimnya dana pemerintah daerah. Memang sangat tidak memungkinkan sebuah Kabupaten yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal di Indonesia dapat secara mandiri melaukan promosi keluar negeri. Maka tak aneh lagi promosi batik tanah liek ciri khas pesisir selatan ke luar negeri masih bergantung pada promosi bersama dengan provinsi .
  1. Pemasaran
Faktor pementu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Melihat dari pemasaran tanah liek ini masih jauh bila dibandingkan dengan batik dari tanah liek. Kendala ini sebenarnya juga akibat belum adanya dukungan dari pihak swasta. Pemasaran batik tanah liek masih pada daerah tertentu, di tingkat lokal hanya pada outlet tertentu di Kota Padanf dan diluar negeri misalnya Malaysia (negeri sembilan).



  1. Terbatasnya Produksi

terbatasnya produksi ini sebenarnya pokok problem yang harus di pecahkan terlebih dahulu, mengapa dikatakan demikian, karena dapat berefek pemasaran dan dan pengembangan batik ini slenjutnya dan juga menentukan apakah batik ini dapat dijadika sumber ekonomi daerah. Produksi yang terbatas adalah imbas dari pada Masih minimnya SDM masyarakat, ini dapat dimaklumi karena dalam pembuatan batik tanah liek harus adanya keahlian khusus dan pengalaman dan ketekunan. Selain itu adalah modal dalam pengembangannya karena bahan baku dalam pembuatan batik tanah liek yang berkualitas masih tergolong mahal.




Perlukah berganti Nama??

Sangat menarik ketika membaca tulisan ridwan hendri dalam Majalah Tempo (edisi 26 Oktober – 1 November 2009 ) dengan judul “ketika Sariak menjadi Sarik”. Dalam tulisan tersebut Ridwan Hendri memnceritakan bagaimana nama Sariak dalam bahasa bahasa Minang diganti dengan sarik seolah-olah itu padanan dalam bahasa Indonesia yang benar, padahal antara sariak dalam bahasa Minangkabau dengan sarik dalam bahasa Indonesia tak memiliki arti yang sama. Selain itu juga Ridwan membahas tentang banyaknya nama-nama daerah di Sumatera Barat yang boleh dikatakan di “indonesia” kan sehingga kadangkala merubah arti dan menghilangkan sejarah dari daerah tersebut.

Tulisan Ridwan tersebut mengingatkan kembali akan pengalaman penulis sekitar 5 tahun silam ketika penulis masih menempuh pendidikan di Jatinangor, dimana seorang teman bertanya masalah nama kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan (kabupaten asal pendaftaran penulis). Yang dia bayangkan Kabupaten Lima puluh kota adalah kabupaten terbesar dan termaju di Indonesia, bayangkan saja 50 kota dalam satu kabupaten, jika kita bandingkan dengan provinsi di pulau jawa, Jawa Timur contohnya baru mempunyai sekitar 9 kota saja. Jika kita lihat sejarah dari kabupaten yang juga dikenal sebagai luhak nan bungsu di ranah Minang ini nama dalam bahasa Minang adalah Limo Puluah Koto. memang benar “limo puluah” sama artinya dengan “Lima Puluh”, tapi “koto” sangat jauh berbeda dengan “kota” karena “koto” lebih kecil dari wilayah nagari/desa. 
 
Lain halnya dengan kabupaten Pesisir Selatan, pertanyaan mengenai nama kabupaten ini bermula ketika dia bercerita akan pengalaman dia ke Sumatera Barat yang mana di sangat mengagumi tempat-tempat wisata yang ada, mulai dari lembah anai, jam gadang, istano basa pagaruyuang dan tempat lainnya. dia seakan sudah keliling Sumatera Barat, kemudian penulis tanya “apa kamu ke jambatan aka”, dia malah balik bertanya “di daerah Mana?” “di daerah saya, Kabupaten Pesisir selatan” jawab penulis. Dia seakan bingung dan kembali bertanya ”kabupaten baru ya pemekaran dari kabupaten apa?”. 
 
Mengapa dia tidak kenal dengan Pesisir Selatan dan mengira itu kabupaten hasil pemekaran - memang sekitar tahun tersebut lagi “booming”nya daerah pemekaran di Indonesia. apakah dia yang tidak pernah lihat atlas atau peta Sumbar, atau karena nama Pesisir Selatan tidak ada ciri khas Minang-nya?

Satu lagi, pengalaman akan nama Pesisir Selatan terjadi saat masuknya semester tiga sekitar bulan Februari 2009 kemarin, ketika awal pertemuan, dosen LT begitu lama melihat daftra mahasiswa yang dilengkapi photo dan nama daerah masing-masing. Pertanyaan pertama seingat penulis adalah “ sepertinya bapak/ibu berasal dari seluruh indonesia”. Serentak kami jawab ‘ya pak”, ” Tapi saya mau tau...Mana Bapak Mar Alamsyah”..wah ni bapak mau nanya apa ya...”Ya saya pak” jawab penulis, "anda berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan?”, “ya Pak”.. Pertanyaan terakhirnya “ Pesisir Selatan ini di Provinsi mana ya??”’ grrrrhh.... Hihikkk..suara teman kelas tertawa seakan tertahan..tanpa menunggu lama saya jawab dengan “Provinsi Sumatera Barat pak!!!” Pak LT kembali bicara “oooo..saya kira ada pemekaran di daerah pantai selatan pulau jawa, mungkin cilacap atau bantul, atau gunung kidul karena bagi orang jawa pesisir selatan itu ya daerah sekitar pantai selatan”. Kesimpulan dari ketidaktahuan terhadap Pesisir Selatan tersebut karena namanya lebih tepat menunjukan suatu letak secara geografis yaitu daerah pesisir bagian selatan.

Memang tak ada salah dengan nama pesisir selatan, apalagi kabupaten ini dari awal berdirinya sudah langsung di Indonesikan bukan dari bahasa Minang. Nama Pesisir Selatan berasal dari istilah di masa penjajahan Belanda dulu, yaitu afdeling zuid beneden landen (dataran rendah bagian selatan). Ketika itu pada tahun 1903 wilayah Kerajaan Banda Sapuluah, Inderapura/indopuro dan Kerinci dikuasai Belanda, yang lalu menjadi afdeling dan dipimpin asisten residen yang berkedudukan di Inderapura sebagai pusat pemerintahan. Melalui Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1956 daerah ini berstatus Kabupaten Daerah Tingkat II Pesisir Selatan Kerinci (PSK), dan baru pada tahun 1957 sah menyandang nama Pesisir Selatan. Tapi alangkah enak didengar jika ada ciri khas Minang-nya, mungkin Pasisie, Pasisie Salatan atau juga Banda Sapuluah Indopuro.

Tidak hanya pada tingkat Kabupaten/Kota saja, seperti Kabupaten Tanah Datar dari nama Tanah Data, Kota Bukittingi yang dialihkan dari nama aslinya Bukik Tinggi,  “gemar” mengalihkan nama daerah juga terjadi pada nama kecamatan dan nagari. Lihat saja di kabupaten Agam ada nama kecamatan Matur yang diambil dari nama Matua, dalam Kamus bahasa Indonesia Matur berarti sebutan untuk istri raja, apakah Matua juga mempunyai arti yang sama??. selain itu di Pesisir Selatan, nama kecamatan Batang Kapeh menjadi Batang Kapas, Ranah Pasisie menjadi Ranah Pesisir, Nagari Surantiah diganti Surantih, Pasa Baru menjadi Pasar Baru. Aie Haji menjadi Air Haji.

Pengalihan nama-nama daerah ini apakah karena takut orang di luar Sumatera Barat tidak bisa atau salah mengucapkannya.. Sebenarnya tidak juga, mereka pasti akan berusaha untuk bisa mengucapkannya dengan baik seperti ketika kita berusaha mengucapkan nama Cileunyi dan Cicaheum (daerah Bandung) dengan benar. Ketika Cileunyi tak harus dibaca lengkap tapi cukup Cilenyi sesuai penuturan khas orang sunda. Begitu juga penyebutan nama Kota Lhokseumawe yang tergolong sukar diucapkan dengan benar oleh orang dari luar NAD karena ucapannya sesuai aksen orang Aceh.

Atau mungkinkah karena suatu bentuk kecintaan orang Minangkabau terhadap Indonesia?..tidak juga!!, apakah cinta tanah air harus mengganti nama??apakah kecintaan terhadap tanah air, Presiden pertama kita Soekarno mengganti nama beliau dengan Soekarna?? (heheh...), mengganti /merubah nama Minang ke Indonesia tak ada kaitannya dengan cinta tanah air, bukankah Indonesia itu menjadi besar karena kuatnya budaya dan nilai sejarah dari berdirinya.

Jadi, apakah karena latah sehingga tidak sadar akan kekeliruan perubahan nama itu akan menghilangkan sejarah??..menurut penulis ini mendekati benar, tapi apakah ini akan terus kita biarkan sehingga generasi selanjutnya tidak tau apa arti nama daerah mereka. Bagi penulis merubah nama/mengembalikan ke nama Awal, baik itu kabupaten/kota, kecamatan, maupun nagari bukan berarti kita chauvenisme/sifat kedaeran yang berlebihan tapi malah sebagai suatu bentuk cinta Indonesia dengan tetap menjaga sejarah dan tetap sadar bahwa Indonesia ini berdiri dari keberagaman budaya.

Kini tinggal keseriusan kita, apakah kita mau mengubahnya nama tersebut - yang sudah terlanjur di "Indonesia" kan - sekarang, nanti atau tidak akan sama sekali??
Yang pasti generasi akan berganti dan mereka suatu saat akan bertanya, bagaimana dengan sejarah kami.....




"Alamsstp"
Jogja'09

Sabtu, 07 November 2009

Pemekaran Nagari di Kab. Pesisir Selatan tahun 2009



Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) kembali kepemerintahan nagari berdasarkan Perda Kab.Pessel No 17 Tahun 2001 tentang Ketentuan pokok pemerintahan nagari..berdasarkan perda tersebut terbentuklah 36 pemerintahan nagari dengan mengacu pada jumlah nagari sebelum tahun 1979, dalam perjalanannya pada tahun 2005 Pemerintah daerah mencoba memekarkan satu nagari yaitu Nagari Siguntur dengan membentuk nagari Taratak Sungai Lundang, sehingga jumlah nagari di Kabupaten Pesisir Selatan sampai tahun 2007 sebanyak 37 nagari.
Pada tahun 2007 samapi tahun 2008 tercatat sebanyak 13 nagari (dari 37 nagari yanga ada) mengusulkan pemekaran pemerintahan nagari-nya. 13 nagari yang mengusulkan pemekaran pemerintahan nagari tersebut adalah :

Barung Barung Balantai
Nanggalo
Kapuh
Salido
IV Koto Hilir
Amping Parak
Kambang
Lakitan
Sungai Tunu
Punggasan
Inderapura
Tapan, dan
Lunang


Setelah menempuh proses yang panjang dari tahun 2007 dan persetujuan dari DPRD Kab. Pessel dan berdasarkan surat Pemprov Sumbar tertuang dalam surat Nomor 188.342/821/Huk-2009 tanggal 5 juni 2009 perihal klarifikasi Peraturan daerah, yang mana pemprov mendukung langkah pemerintah Pessel dalam memekarkan pemerintahan nagari di Kab. Pessel, maka dari 13 nagari yang mngusulkan pemekaran tersebut terbentuklah 52 pemerintahan Nagari baru (termasuk 13 nagari induk) sehingga jumlah pemerintahan nagari di Kab. Pessel sampai tahun 2009 ini sebnayak 76 buah. Pemerintahan nagari tersebut akhirnya disahkan dengan Perda Kabupaten Pesisir Selatan (perda nomor 2 sampai nomor 53 Tahun 2009) Nama-nama nagari hasil pemekaran (dan nagari induknya) tersebut adalah sebagai berikut :

(Barung Barung Balantai):
Barung Barung Balantai
Barung Barung Balantai Selatan

(Nanggalo) :
Nanggalo
Mandeh
 

(Kapuh)
Kapuh
Kapuh Utara


(Salido ):
Salido
Bungo Pasang Salido
Sago Salido

(IV Koto Hilir ):
Koto Tuo IV Koto Hilir
Koto Nan Duo IV Koto Hilir
Koto Nan Tigo IV Koto Hilir

(Amping Parak ):
Amping Parak Barat
Amping Parak Timur
 

(Kambang) :
Kambang Utara
Kambang Timur
Kambang Tengah
Kambang Barat

(Lakitan):
Lakitan Utara
Lakitan Selatan
Lakitan Timur
Lakitan
Lakitan Tengah

(Sungai Tunu):
Sungai Tunu Utara
Sungai Tunu Selatan
Sungai Tunu Barat

( Punggasan):
Punggasan Utara
Punggasan Timur
Padang XI Punggasan
Pasar Punggasan
Lagan Mudik Punggasan
Lagan Hilir Punggasan


(Inderapura):
Muaro Sakai Inderapura
Tiga sepakat Inderapura
Inderapura Barat
Hilalang Inderapura
Kudo Kudo Inderapura
Inderapura Selatan
Inderapura Timur
Inderapura Utara

(Tapan):
Pasar Tapan
Sungai Gambir Sako Tapan
Talang Koto Pulai Tapan
Lubuk Limungan Tapan
Kubu Tapan
Binjai Tapan
Batang Arah Tapan
Ampang Tulak Tapan

(Lunang):
Lunang Utara
Lunang
Lunang Selatan
Lunang Barat




Rabu, 04 November 2009

Istana / Rumah Gadang yang tak bergonjong :

Tak banyak yang tahu dimana itu Lunang, dan tidak pula banyak yang menulis sejarah tentang Lunang, apa yag mearik dari Lunang. Memang diakui Lunang masih jauh dari pengetahuan masyarakat Sumatera Barat. Sejarah masa lalu yang yang memaksa lunang harus disembunyikan. Sejarah tentang nagari Lunang baru terkuak ke publik baru pada awal tahun 80-an dengan diresmikannya “Rumah Gadang Mande Rubiah” sebagai Museum Lokal di Sumatera Barat dan wisata Budaya oleh Bapak Azwar Anas (Gubernur Sumbar).
Dimana itu Lunang...?
Lunang merupakan salah satu nagari dari 37 nagari (secara adat) di Kabupaten Pesisir Selatan/pasisie yang secara administrasi masuk dalam wilayah Kecamatan Lunang Silaut. Kecamatan ini merupakan kecamatan paling selatan Prov. Sumbar dan berbatasan dengan Kabupaten Mukomuko Prov. Bengkulu. Jarak tempuh dari :
- Dari Kota Padang : ± 232 km
- Dari Kota Painan : ± 160 km
- Dari Tapan : ± 18 km
- Dari Kota sungai penuh , Kerinci : ± 65 km
- Dari Mukomuko : ± 60 km

Apa yang menarik dari yang namanya Lunang..?
Secara geografis lunang sangat jauh dari jangkauan masyarakat Minangkabau Sumatera Barat, apalagi dari wilayah Darek, sehingga keberadaan sejarah Lunang banyak yang tidak tahu. Boleh dikatakan lebih dulu diketahui oleh masyarakat di Kabupaten Mukomuko(bengkulu) dan Kerinci(Jambi). Walaupun kedua daerah ini terpisah secara adminstrasi pemerintahan, namun mereka mempunyai sejarah yang satu rumpun dengan kerajaan di Pesisir Selatan dahulunya yaitu kerajaan Inderapura (runtuh sekitar tahun 1792 ) terutama masyarakat Mukomuko yang dilihat secara bahasa dan adat yang dipakai sama dengan masayarakat Lunang, Tapan, Inderapura, dan silaut.
Di Nagari Lunang terdapat 8 suku, sehingga penghulu Suku yang bergelar Datuak di Lunang dikenal dengan sebutan panghulu nan salapan. Suku- suku tersebut terdiri dari :
• Malayu
• Malayu Durian (dikenal juga dengan malayu rajo)
• Malayu Gadang Ranatu Kataka
• Malayu Gadang Kumbuang
• Malayu Tangah
• Malayu Kecik
• Caniago Mangkuto
• Caniago Patih
Secara adat, lunang memadukan antara dua keselarasan Koto Piliang dan Bodi Caniago, Sejarah Lunang memang sangat menarik untuk diketahui, mulai dari kultur masyarakatnya (terutama bahasa) yang berbeda –bahasa lunang hampir sama dengan bahasa indrapura, mukomoko bengkulu - dengan masyarakat Minang pada umumnya juga masalah Rumah Gadang yang tidak punya gonjong. Selain itu juga sebuah komplek pemakaman raja-raja (tampat) Lunang mulai dari raja perempuan Minangkabau, Bundo Kanduang sampai pewarisnya yang ke-tujuh (labai daulat). sekarang pewarisnya bergelar Mande Rubiah.


Dilunang ada komplek makam –disebut dengan tampat – Bundo Kanduang. Dalam komplek inti ada makam Bundo Kanduang dan pewaris-pewarisnya yaitu : Dang Tuangku, Puti Bungsu, ,Mande Rubiah Tuo, Labai Daulat. Sedangkan kompleks diluarnya terdapat makam-makam kelerga terdekat. Kompleks makam ini terletak 200 m sebelah utara Rumah Gadang Mande Rubiah. Selain itu juga ada makam Cindur Mato/Cindua Mato 100m disebelah barat Rumah Gadang Mande Rubiah. Dalam rumah gadang terdapat benda2 pusaka peninggalan bundo dan keturunannya, diantaranya, senjata tajam (keris, pedang, tombak, senapan), perhiasan (gelang,kalung, baju kebesaran), penglengkapan rumah tangga (sanduak/sendok,carano/tempat sirih,dulang). Selain itu juga ada telur besar yang dinamakan telur garudo dan tanduk kerbau yang dipajang pada tiang-tiang rumah gadang.
Rumah gadang ini tidak seperti lazimnya rumah gadang di sumatera barat, karena secara fisik sangat berbeda. Pertama, atap tidak bergonjong walaupun dahulunya sama-sama berasal dari ijuk. Kedua, dindingnya tidak terbuat dari kayu yang mempunyai ukiran-ukiran bagus dan mahal, tetapi hanya dari kulit kayu yang berwarna agak kecoklatan. Ketiga, tidak ada pembagian ruangan secara spesifik, hanya ada 3 ruangan, ruangan depan yang memanjang dari timut ke barat (tempat menyimpan benda-benda pusaka) yang merupakan ruangan tempat rapat ninik mamak serta elemen nagari setiap hari kedua Idul fitri. Ruangan kedua yang berada bagian selatan yang juga menyimpan barang-barang pusaka, dalam acara adat biasanya tempat duduk para ibu-ibu. Dan ruangan ketiga adalah sebuah kamar kecil yang tidak satupun orang boleh memasukinya, kecuali mande rubiah.
Mengapa rumah ini berbeda? Keberadaan rumah ini sebenarnya tidak lepas dari sejarah mihrabnya/perjalanan Bundo kanduang beserta pewarisnya dari Pagaruyung menuju -- banyak diceritakan dalam kaba dan banyak diyakini orang ke langit -- ke Lunang. Bundo kanduang bukan sengaja menyembunyikan identitas secara luar tanpa menghilangkan nilai budaya yang ada. Walaupun tidak ada istana megah namun namanya masih tetap eksis dengan sebutan lain mande rubiah. Tuahnya sebagi raja masih melekat, walupun tidak duduk disingasana dan menyusun strategi, namun tuah itu ada dalam bentuk tempat meminta nasehat dan tempat menanyakan obat-obat. Bahkan tuah ini sampai pewaris ke 8 (rakinah) masih ada. Maka untuk menyembunyikan identitas tadi bundo kanduang serta pewarisnya membuat sebuah istana kecil yang tidak bergonjong. Zaman ini lunang disebut sebagai bilik/kamar dalam, sedangkan kerajaan inderapura disebut ruangan luar, karena memang bundo kanduang mendapat perlindungan dari raja-raja Inderapura. Maka sejak itu keberadaan rumah gadang mande rubiah ini sengaja disembunyikan dan tidak banyak diketahui orang khususnya oleh daerah pagaruyung.
eksistensi mande rubiah dan apa saja bentuk-bentuknya di nagari lunang :
1. Tempat meminta nasehat dari penghulu suku. Jika ada suatu perundingan yang sudah disepakati oleh penghulu, maka tempat terakhir yang dimentakan pendapatnya – minta persetujuan –adalah mande rubiah.
2. Jika ada pasangan yang mau melangsungkan helat pernikahan, maka sebelum nikah terlebih dahulu di limau –mandi dengan ramuan dari jeruk- di sungai lunang oleh mande rubiah.
3. Rumah gadang ini dugunakan juga untuk acara maulid nabi, menyambut bulan puasa.
4. Dll..